Memberi Nasihat

Anandaku sayang,

Unji, Obon, Aziz dan Molek Mama Fia tersayang,

anakkusayang-4-kecil

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam hidup kita seringkali ingin berbuat baik, antara lain dengan memberi nasihat kepada teman kita, saudara kita, kalau kalian sudah besar kelak, kepada anak-anak kalian kepada isteri atau suami kalian, kepada tetangga, murid atau siapa pun. Memang sebagai manusia, sebagai hamba Allah yang baik, sebagai Muslim, kita disuruh Allah untuk saling nasihat menasihati.

Kita tentu ingin, nasihat kita dapat diterima dengan baik di hati dan pikiran orang yang kita beri nasihat, sehingga bermanfaat. Namun memberi nasihat ada tata caranya, agar sampai pada tujuannya, agar dapat mencapai targetnya. Memberi nasihat tidak boleh dengan cara marah, mengancam atau membuat orang kecewa dan sakit hati. Melainkan dengan cara yang santun dan menyenangkan, sehingga masuk ke dalam hatinya.

Memberi nasihat adalah menyampaikan sesuatu masuk ke dalam hati. Marah dan mengancam membuat orang akan menutup pintu hatinya, sehingga nasihat atau pelajaran yang akan kita sampaikan tidak akan bisa masuk ke dalam hati. Agar nasihat kita dapat  masuk ke dalam hatinya, kita harus berupaya membuka pintu hatinya terlebih dahulu. Sikap yang berempati, kata-kata yang santun dan menyentuh akan membuat orang membuka hati.

Nasihat juga harus masuk akal. Walau hati sudah terbuka, nasihat yang tidak masuk akal akan membuatnya terpental kembali.

Ngambek atau merajuk kadangkala dapat digunakan, terutama oleh orang yang lebih muda atau lebih rendah kedudukan sosial atau budayanya, untuk memberi nasihat atau pelajaran kepada orang yang lebih tinggi kedudukan sosial budayanya. Cara ini kadang efektif, kadang tidak. Harus dilihat kadar intelektual, emosional dan spiritual dari sasaran atau orang yang ingin diberikan nasihat. Harus dipertimbangkan pula perilaku budaya orang tersebut. Banyak orang yang dapat menerima pesan melalui “rajukan” atau “ambekan”. Tetapi banyak pula yang menganggap sikap seperti ini (merajuk) bukan merupakan sikap yang baik. Perbandingan strata atau kedudukan sosial budaya antara yang memberi nasihat dengan sasaran nasihat juga sangat mempengaruhi, demikian pula bagaimana sifat dari hubungan tersebut. Pacar yang merajuk tentu berbeda dengan bos yang merajuk. Perempuan yang merajuk tentu berbeda dengan laki-laki yang merajuk. Cara dan intensitas merajuknya pun sangat mempengaruhi apakah nasihat atau pelajaran yang akan disampaikan akan sampai atau tidak. Mama ingin mengatakan, kadangkala kita dapat memberi nasihat atau menyampaikan suatu nilai-nilai dengan merajuk, tetapi asal benar-benar tepat situasi dan kondisinya.

Pada prinsipnya, jika kita ingin memberi nasihat, pertama bukalah pintu hatinya terlebih dahulu. Lalu sampaikanlah nasihat yang masuk di akal orang yang diberi nasihat. Barulah suatu nasihat dapat bermanfaat sesuai tujuannya.

 

Jakarta, 8 Mei 2005

Mama